CARA ALLAH SUBHANALLAH WA TA'ALA MEMBERIKAN ILMU LADUNI REFERENSI KITAB SUCI

Menurut Al-Ghazali pembelajaran manusia merupakan usaha yang didapatkan lewat pengambilan dalil, eksperimentasi dan istimbat hukum.
Sedangkan metode kasyf adalah metode ilmu ladunni-ilmu Rabbani-yang tidak didapatkan lewat usaha, akan tetapi dihujamkan ke dalam hati melalui jalan yang tidak ia ketahui.  Oleh karenanya itu, pengetahuan ini disebut ilham atau wahyu dilihat dari cara mendapatkannya, diketahui ataukah tidak diketahui. Allah berfirman ; “Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. ” (Al-An’am: 125).

Sesungguhnya manusia bias mendapatkan ilham (wahyu) ilahiyhiyah jika telah terangkat hijab dari hatinya dengan cara menjernihkan dan mensucikan hatinya. Allah berfirman : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (As-Syam:  9-10).

Al-Ghazali pernah memberikan beberapa contoh atas kebenaran adanya ilham yang akan kami paparkan poin-poinnya sebagai berikut :
1. Al-Ghazali menyebutkan dalam wilayah ini beberapa ayat berikut :
“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorangpun yang dapat menahannya.” (Al-Fathir: 2)
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benAr-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami.”  (Al- Ankabut: 69).
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.”  (At-Thalaq: 2-3).

Ayat ini sebenarnya menjelaskan bahwa jalan keluar itu pasti ada pada setiap kesulitan dan kesusahan dan yang dimaksud dari “memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangka” adalah bahwa Allah akan mengajarkannya ilmu tanpa melalui pembelajaran dan memahamkannya tanpa melalui eksperimentasi.

“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqaan.” (Al-Anfal: 29).
Al-Ghazali mengaitkan ayat ini dengan perkataannya : “Allah akan memberikan cahaya kepada kalian yang dengannya dapat membedakan antara yang haq dan yang batil dan yang akan mengeluarkannya dari jurang syubuhat.
“Dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Al-Kahfi: 65). Yang dimaksud dengan ilmu ladunni itu adalah terbukanya rahasia hati tanpa adanya sebab yang dating dari luar.

Di antara bukti paling pokok yang menjelaskan tentang adanya ilham adalah adanya fitrah ketuhanan yang diberikan Allah pada setiap jiwa. Al-Ghazali menjelaskannya seperti di bawah ini:
1. Semua jiwa pada dasarnya adalah ahlul makrifat dan mampu meraihnya, karena semua jiwa, melalui kesuciannya yang asli dan sifat-sifatnya, dapat menerima cahaya jiwa universal di dalamnya, dan siap menerima bentuk yang rasional darinya. Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, sedangkan segala ilmu tertanam dalam jiwa melalui kekuatan.
2. Rahmat Allah tercurahkan melalui hikmah-hikmah keder¬mawanan dan kemuliaan-Nya, yang tidak seorangpun terlewatkan di dalamnya. Semua itu akan sempurna melalui jiwa universal, sebab segala ilmu berada dalam subtansi jiwa yang berhubungan lansung dengan akal pertama.
3. Di sana ada jiwa-jiwa yang tetap dalam kesuciannya yang pertama, yaitu jiwa-jiwa para nabi yang mampu menerima wahyu dan motivasi, oleh karena itu Allah menerimanya secara menyeluruh.
4. Adapun jiwa-jiwa yang lain, sesuai dengan tingkat keterjagaannya atas kesuciaan jiwanya yang pertama. Di antara penyebab berkurangnya kesucian tersebut adalah:
a. Terkikis dengan sendirinya seperti terkikisnya hati seorang anak kecil.
b. Karena maksiat dan kotoran yang bertumpuk di atas hati berupa syahawat yang mengakibatkan terhalangnya Al-Haq di dalam hati karena gelapnya.
c. Menyimpangnya hati dari tujuan yang diinginkan, yang darinya bersumber kebenaran.
d. Terhalang oleh taklid dan fanatisme mazhab.

Ilmu-ilmu ladunniah tidak pernah terhalang dari hati karena sifat bakhil dari si Pemberi nikmat, akan tetapi bias terhalang karena kotornya jiwa seperti kekeruhan dan kesibukan hati. Oleh karena itu manusia akan mampu memilikinya apabila hijab hati itu terangkat dengan cara menjernihkan dan mensucikan hati dengan tiupan ketuhanan. Allah berfirman,
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (As-Syam: 9-10).
“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam.” (Al-An’am: 125).

Kemampuan akal manusia untuk mengetahui segala hakikat dan mendapatkan ilmu itu sangat terbatas, manusia tidak akan mampu menguasai atau meraup semua hakikat kosmos, sebagaimana ia tidak mampu mengetahui hakikat-hakikat yang gaib dengan usahanya sendiri.

“Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (Al-Isra’: 85).
Terlebih lagi, akal manusia cenderung berfikiran salah, sebagaimana akal juga cenderung lalai dan lupa. Dengan demikian manusia pada satu saat membutuhkan petunjuk Allah, dan membutuhkan pengarahan-Nya kepada sesuatu yang membawa kebaikan dan kebajikan pada dirinya,  baik itu melalui jalur para nabi dan para rasul, maupun melalui metode ilham dan firasat (mimpi). Misi penting para nabi dan para rasul yang telah diutus oleh Allah sepanjang sejarah yang berbeda adalah membimbing manusia dan mengajarkan kepada mereka syiar-syiar agama dan apa yang terbaik buat manusia.

“Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.” (Al-Baqarah: 213).
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu.”  (An-Nahl: 36).

Ilham adalah semacam ilmu ladunni yang Allah curahkan kepada manusia, dan menghujamkannya ke dalam hati manusia, yang dengannya manusia mampu menyingkap segala rahasia, dan dapat memperjelas segala hakikat.
Ada beberapa ayat Al-Qur’an yang mengisyaratkan adanya ilmu ladunni– ilmu rabbani yang dapat mengantarkan pelakunya melalui ilham- yang diberikan Allah kepada para nabi dan rasul-Nya. Di antara contoh itu adalah apa yang disebutkan oleh Al-Qur’an Al-Karim dalam surat Al-Anbiya’ tentang cerita Nabi Dawud dan Sulaiman ketika keduanya menghakimi dua orang lelaki, yang satunya adalah pemilik ladang yang mengadu bahwa kambing lelaki yang satunya telah merumput dan merusak ladangnya. 
  
Kemudian Dawud memenangkan pemiliki ladang itu dengan mengambil kambingnya. Allah Ta’ala memberikan ilham kepada Sulaiman dengan memberikan kemenangan pada pemilik ladang dengan cara mengambil manafaat dari hasil kambing, keturunan, dan dari bulunya sebagai ganti dari hasil ladang yang telah dimakan oleh kambing itu, sebagai salah satu cara untuk mendamaikan pemilik kambing yang menjadi balasan kepada pemilik ladang itu. 

Nabi Dawud melihat kevalidan pendapat Sulaiman lalu mencabut hukum yang diberikan kepadanya. Firman Allah:
“Dan (ingatlah kisah) Daud dan Sulaiman, di waktu keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya. Dan adalah Kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu, maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat).” (Al-Anbiya’: 78-79).

Dan firman Allah Ta’ala tentang Nabi Dawud:
“Kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah, (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya.” (Al-Baqarah: 251).
“Dan demikian pulalah Kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di muka bumi (Mesir), dan agar Kami ajarkan kepadanya ta‘bir mimpi. Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya. Dan tatkala dia cukup dewasa, Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Yusuf 21-22).

Di antara contoh-contoh yang nyata dalam Al-Qur’an mengenai Ilmu ladunni  terdapat dalam surat Al-Kahfi tentang hamba yang Shaleh (Haidhir) yang diminta oleh Musa, sebagai temannya untuk belajar Ilmu dari orang tersebut
“Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. Musa berkata kepada Khidhr: “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?” (Al-Kahfi 65-66).

Sekalipun Musa adalah seorang Nabi dan Rasul tetapi Allah tidak pernah mengajarkan kepadanya sesuatu seperti yang Allah ajarkan secara khusus kepada hamba yang shaleh tersebut berupa ilmu ladunni yang dapat menyingkap rahasia-rahasia gaib yang tidak pernah diketahui Nabi Musa sebelumnya. Seorang hamba yang shaleh tadi diberikan pengetahuan oleh Allah sehingga dia mengetahui bahwa di sana ada seorang raja yang ingin merampok kapal dan membegalnya, oleh karena itu ia membocorkan perahu yang dimiliki kaum fakir dan miskin supaya tenggelam dan menyelamatkannya dari raja yang dzalim. 

Allah juga memberikan pengetahuan kepadanya bahwa anak yang dibunuhnya itu akan berbuat durhaka terhadap kedua orang tuanya yang shaleh, lalu Allah menghendaki untuk menggantikan keduanya dengan anak yang lebih baik darinya. Sebagaimana ia juga tahu bahwa di bawah dinding yang akan dia hancurkan itu, terdapat harta karun milik dua anak miskin di kota, kedua orang tuanya adalah orang shaleh, lalu orang tuanya  membangun tembok untuk menyaimpan harta karun itu untuk kedua anaknya sampai mereka berdua dewasa dan dapat menikmati harta itu. 

Hamba yang shaleh itu (Khaidir) berkata bahwa apa yang dilakukannya itu bukan keinginannya akan tetapi merupakan perintah Allah Ta’ala:
“Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya”. (Al-Kahfi: 82).

Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang menunjukkan tentang bisikan atau ilham Tuhan yang mungkin diberikan kepada selain para Nabi dan Rasul. Hal itu terjadi pada Ibunda Nabi Musa Alaihissalam. Firaun yang kejam dan melampaui batas telah bersikap sombong, menjadikan penduduk Mesir menjadi beberapa golongan, setiap golongan berada dalam naungan kekuasaannya. 

Terjadilah penindasan dan kedzaliman yang luar biasa atas bani Israil karena mereka berseberangan aqidah dengannya. Fir’aun yang terlaknat merasa bahwa itu merupakan ancaman bagi kekuasaanya karena adanya golongan ini di Mesir. Maka ia segera mencari solusi yang kotor untuk menghilangkan ancaman yang berasal dari golongan ini. Hal  itu dilakukan dengan cara menyembelih setiap anak lelaki dari anak-anak bani Israil yang baru dilahirkan sehingga populasi kaum lelaki mereka tidak bertambah. 

Sedangkan Musa Alahissalam, dilahirkan pada situasi yang genting di mana bahaya mengancam jiwanya dan kematian mengitarinya. Situasi inilah yang membuat ibunya kebingungan, ketakutan akan tersebarluasnya kelahiran anak tercintanya. Dia dan banyinya berada dalam kegelisahan. Dia merasa tidak mampu melindungi dan menyembunyikan anaknya. 

Dari sinilah  campur tangan Tuhan bermula. Ibunya selalu dihantui oleh rasa kegelisahan yang mencekam dan terbersitlah dalam benak ibunya sebuah ide yang harus dilakukan.  Lalu Allah mewahyukan cara itu:
“Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; “Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.”  (Al-Qasash: 7).

Al-Qur’an juga mengisyaratkan bahwa iman, takwa, dan ikhlas adalah wujud penghambaan kepada Allah dan segala sesuatu yang membawa kepada penyucian hati dan penerangan ruh dapat menjadikan manusia siap untuk menerima bisikan dan Ilham dari Allah Ta’ala di mana dia akan menunjukkanya ke jalan kebaikan dan kebenaran, dan akan membimbingnya ke jalan kemuliaan dan akan memberikannya petunjuk:
“Dan orang-orang yang mendapat petunjuk Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka (balasan) ketakwaannya.” (Muhammad: 17).

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Ankabut: 69).
Psikolog kontemporer tidak menyanggah pendapat yang mengkaji tentang ilham ketuhanan ini, namun ketika mereka mengkaji suatu pemikiran yang muncul secara tiba-tiba, mereka dengan serta-merta menyebutnya dengan istilah ilham atau iluminasi. 

Menurut mereka ilham itu adalah pemikiran-pemikiran baru yang muncul secara tiba-tiba ketika seseorang sedang mencari solusi dari problem yang dihadapinya. Mereka mengorientasikan ilham ini sebagai sesuatu yang terpancar dari akal si pemikir itu sendiri, bukan sesuatu yang berasal dari faktor eksternal. Ketika manusia berfikir tentang problem apapun sejenak tanpa ada petunjuk terhadap solusi dari permasalahan itu kemudian ia meninggalkannya, biasanya dalam beberapa waktu otaknya kembali jernih kemudian kembali untuk berfikir tentang masalah itu selanjutnya. 

Peristiwa ditengah-tengah waktu istirahat tersebut-yang disebut oleh psikolog sebagai waktu penjernihan-terjadi perubahan-perubahan penting dalam proses berfikir :
Pertama melepaskan fikiran dari gangguan-gangguan yang mencegahnya untuk menemukan solusi.
Kedua mendinginkan otak dari curahan tenaga yang telah digemboskannya sebagai transformasi pemikiran dalam sebuah persoalan, di mana kalau berfikir ulang tentangnya akan semakin jernih.
Ketiga, peristiwa model pengaturan ini dalam pengetahuan manusia dapat membawa kejelasan antara beberapa relasi yang sebelumnya tidak jelas. Lalu muncullah ide-ide baru, dan ketenangan dalam mencari solusi atas sebuah problem.




Kebanyakan manusia akan melebarkan senyumnya ketika ia dikaruniakan “kesenangan” tetapi mengapa mereka  tidak dapat mengukir senyuman didalam menghadapi apa yang dianggapnya “susah”. Sepatutnya jika manusia tersebut boleh senyum lebar di kala senang maka sebaliknya manusia tersebut boleh-lah  tersenyum simpul dikala susah.
      
Sabda Rasulullah S.a.w. Artinya :
Di dalam tubuh manusia itu ada segumpal darah, jika darah itu baik maka baiklah manusia tersebut dan jika darah itu kotor maka kotorlah manusia itu. Sesungguhnya gumpalan darah itu adalah hati.

Sesungguhnya manusia itu yang dinilai adalah hatinya, semakin kotor hati manusia, maka semakin jauhlah manusia itu dengan Allah S.w.t., sebaliknya semakin suci hati manusia, maka semakin dekatlah Allah S.w.t. kepada dirinya, hanya hati yang suci saja yang dapat membawa manusia ke jalan makrifat dengan Allah S.w.t.

Karenanya menjadi tugas manusia yang ingin me-maklumat-kan hidupnya untuk memakrifatkan dirinya dengan Allah S.w.t. menyucikan hatinya, sebab bila hati sudah suci maka timbullah pada dirinya kasih kepada dirinya, kasih kepada Allah S.w.t. dan kasih kepada Tuhan Semesta Alam.

Sesungguhnya hati yang kotor tidak mungkin dapat membawa manusia kasih kepada dirinya dan kasih kepada tuhannya apa lagi untuk mengenal dirinya sendiri.

Sesungguhnya pembersihan hati itu untuk membuka jalan agar manusia dapat mengenal dirinya, karena tanpa mengenal dirinya maka manusia tidak dapat memberikan kasih sayang yang sebenar-benarnya kepada Tuhannya. Hanya hati yang dikuasai oleh Allah sajalah yang bisa memberikan peluang kepada manusia untuk mengenali dirirnya dan Tuhannya.

Bila manusia mengenal dirinya maka barulah muncul didalam dirinya suatu martabat hati yang benar-benar kasih kepada Allah s.w.t.

Seperti firman Allah taala didalam al-Quran Artinya :

Mereka mengasihi diri mereka sebagimana mereka mengasihi Allah.

Dan firman Allah taala lagi, Surah Ali Imran ayat : 31 Artinya :

Katakanlah, jika kamu benar-benar mencintai Allah ikutilah aku, niscaya Allah mengasishi.

Ingatlah !! hati yang kotor akan dikuasai oleh iblis, hati yang kotor akan menjadi istana iblis atau sebagai pemerintahan iblis yang akan menjajah seluruh alam saghir yaitu tubuh kita.

Bila iblis menguasai kerajaan alam Saghir, maka seluruh dasar pemerintahannya adalah bertujuan untuk melalaikan kita dari mengingat kepada Allah dan menjauhkan diri kita dari Allah S.w.t . Semakin lama dibiarkan iblis menguasai kerajaan maka selama itulah manusia tersebut jauh dengan Allah. bahkan hanya akan membawa manusia tersebut kelembah yang terhina disisi Allah S.w.t.

seperti firman Allah taala didalam Al-Quran, Surah ; Yusuf ayat 5 Artinya : Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.

Bila syaitan dan iblis menjadi penguasa kerajaan pada diri kita. Maka kita tidak mungkin sekali dapat petunjuk dari Allah S.w.t dan justru itu juga maka terhindarlah mata hati yang memberi sinar makrifat kepada Allah s.w.t dan tinggalah kita yang dikuasai syaitan dan iblis itu didalam kegelapan hidup yang tidak menentu.

Untuk mendapat mata hati dan petunjuk dari Allah s.w.t maka hati harus disucikan jika Allah dapat berkuasa maka hatipun  terus bertukar menjadi pusat pemerintah Allah atau Istana Allah.

Seperti sabda Rasulullah SAW. Artinya : Hati orang mukmin itu istana Allah.

Bila Allah beristana dihati maka terbitlah dan muncul-lah mata hati (lampu makrifat) yang akan memberi daya keyakinan yang mutlak dan pegangan yang sejati terhadap sesuatu, walaupun hal itu keluar dari jangkauan pemikiran manusia itu sendiri disamping ilmu dan petunjuk dari padanya.

Seperti firmaNya didalam Al-Quran, Surah Al- Baqarah ayat : 5 Artinya :

Mereka itulah mendapat petunjuk dari pada tuhanya dan merekalah orang-orang beruntung.

Dengan mendapat mata hati yaitu mata basir, maka manusia akan mendapat cahaya (Nur Kalbu) yang membawa manusia makrifat kepada Allah s.w.t,. Sesungguhnya  Nur Kalbu itulah yang menjadi dasar kepada perjuangan proses menyucikan hati. Kesucian hati pada peringkat awal dapat diukur dengan berhasilnya ke-jaya-an mendapat Nur Kalbu yang memancar pada lampu makrifat ataupun mata batin.

Sesungguhnya mata basir akan terpancar apabila hati bersih dan suci dengan Allah s.w.t  dan dengan adanya mata basir maka manusia bukan saja dapat melihat sesuatu yang zahir tetapi manusia tersebut dapat pula menyaksikan sendiri sesuatu yang gaib dan keluar dari daya pemikiran manusia dengan demikian perasaan kasih dan keagungan yang mendalam terhadap Allah makin bertambah kukuh dan tebal.

Dengan demikian manusia akan memberi segala kasih sayang,  cinta, rasa dan keagungan itu hanya kepada Allah. Mereka tidak lagi membagikan kasih sayang, cinta, rasa dan keagungan itu kepada yang lain tetapi dengan sesungguhnya timbul pada dirinya sifat–sifat yang mencari segalanya untuk Allah Semata-mata.

Mereka tidak lagi akan membuat pergantungan pada orang lain selain Allah dan mereka juga tidak akan minta pertolongan selain dari pada Allah, mereka hanya mengharapkan untuk mendapat petunjuk dan ilmu serta pertolongan dari Allah S.w.t seperti yang pernah diberikan kepada Rasul-rasul, Nabi-nabi, Aulia-aulia orang-orang yang dimkasud seperti Firman Allah didalam Al-Quran.

Surah: Al-Faatihah : ayat 4-7 Artinya : Yang menguasai hari kebangkitan, kepadaNya dibangkitkan dan kepadanya dimohon pertolongan untuk mendapat jalan sebenarnya yaitu jalan orang-orang yang diridhoi dan bukan jalan kesesatan.

Sesungguhnya mata basir itulah yang memberi jalan petunujk kepada manusia itu, menghasilkan suatu Nur (cahaya) yang bernama  Nur kalbu, nur inilah yang menghasilkan  keyakinan terutama pada suatu hal yang gaib.  Baca juga Cara-membangkitkan-nur-qalbu
 sumber : SUARA MANIA POST

Related Posts



Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
Link

Komentar

SUARA KOTA PONTIANAK

ENTER YOUR EMAIL ADDRESS :

DELIVERED BY SUARA KOTA PONTIANAK ||| 🔔E-mail : ptmkspontianak@gmail.com

🚀POPULAR POST

SYAIKH SITI JENAR : AL-FATIHAH SALAH SATU KUNCI NGIBADAH

CARA MEMBANGKITKAN NUR QALBU MELALUI ZIKIR NAFI DAN ISBAT BAGI FOMULA TASYAWUF

TUHAN TIDAK BERZAT, BERSIFAT, BERASMA, DAN BERAF'AL.

PUSAKA MADINAH

AL HALLAJ IBLIS ADALAH TEMAN DAN FIRAUN ADALAH GURUNYA

🔂 FOLLOWERS