SYAIKH SITI JENAR : DOKTRIN KEWALIAN SANGAT BERBEDA DENGAN KEWALIAN PADA UMUMNYA

Jika engkau kagum kepada seseorang yang engkau anggap Wali Allah, janganlah engkau terpancang padahal kekaguman akan sosok dan perilaku yang diperbuatnya. Sebab saat seseorang berada pada tahap kewalian maka keberadaan dirinya sebagai manusia telah lenyap, tenggelam ke dalam al-Waly. 

Kewalian bersifat terus-menerus, hanya saja saat Sang Wali tenggelam dalam al-Waly. Berlangsungnya Cuma beberapa saat. Dan saat tenggelam ke dalam al-Waly itulah sang wali benar-benar menjadi pengejawantahan al-Waly. Lantaran itu, sang wali memiliki kekeramatan yang tidak bisa diukur dengan akal pikiran manusia, di mana karamah itu sendiri pada hakikatnya adalah pengejawantahan dari kekuasaan al-Waly.  Dan lantaran itu pula yang dinamakan karamah adalah sesuatu di luar kehendak sang wali pribadi. Semua itu semata-mata kehendak-Nya mutlak. Kekasih Allah itu ibarat cahaya. Jika ia berada di kejauhan, kelihatan sekali terangnya. Namun jika cahaya itu di dekatkan ke mata, mata kita akan silau dan tidak bisa melihatnya dengan jelas. Semakin dekat cahaya itu ke mata maka kita akan semakin buta tidak bisa melihatnya. 

Engkau bisa melihat cahaya kewalian pada diri seseorang yang jauh darimu. Namun, engkau tidak bisa melihat cahaya kewalian yang memancar dari diri orang-orang yang terdekat denganmu". Doktrin kewalian Syekh Siti Jenar sangat berbeda dengan doktrin kewalian orang Islam pada umumnya. Bagi Syekh Siti Jenar, yang menentukan seseorang itu wali atau bukan hanyalah pemilik nama al-Waliy, yaitu Allah. 

Sehingga seorang wali tidak akan pernah peduli dengan berbagai tetek-bengek pandangan manusia dan makhluk lain terhadapnya. Demikian pula terhadap orang yang memandang kewalian seseorang. Syekh Siti Jenar menasihatkan agar jangan terkagum-kagum dan menetukan kewalian hanya karena perilaku serta kewajiban yang muncul darinya. Yang harus diingat adalah bahwa para auliya’ Allah adalah pengejawantahan dari Allah al-Waliy. Sehingga apapun yang lahir dari wali tersebut, bukanlah perilaku manusia dalam wadagnya, namun itu adalah perbuatan Allah. 

Seorang wali dalam pandangan Syekh Siti Jenar tidak lain adalah manusia yang manunggal dengan al-Waliy dan itu berlangsung terus-menerus. Hanya saja perlu diingat, setiap tajalliyat-Nya adalah bagian dari si Wali tersebut, namun tidak semua sisi dan perbuatan si wali adalah perbuatan atau af’al al-Waliy. BACA JUGA DELAPAN UNSUR PENILAIAN KINERJA KARYAWAN 



Bahwa tugas manusia adalah menanggung rahasia Allah dan memulangkan rahasia tersebut di dalam keadaan yang bersih, suci seperti asalnya tatkala awal di terimanya dahulu. Setelah dilahirkan ke muka bumi ini mulai dari kecil hingga besar manusia telah menjalani dinamika dalam kehidupannya hingga sampailah dia meninggal dunia, mulai saat itulah maka dia harus mempertanggung jawabkan amanah yang telah diberikan yaitu sumpah janji kita dengan Allah Ta’ala.

Manusia dilahirkan dalam keadaan suci dan bersih disisi Allah, tetapi kemudian menjadi kotor dan  terhijab  hubungannya  dengan Allah  s.w.t., oleh karena itu maka terputuslah hubungan diri batin rahasia Tuhannya dengan diri Empunya Diri. Keadaan seperti ini bisa diibaratkan seperti orang yang hidup sebatang kara dan berada di dalam gua yang tertutup, gelap gulita, tidak ada cahaya serta tidak ada juga jalan untuk keluar dari gua tersebut.

Hidupnya merana, resah, gelisah dan sebagainya sebelum dia dapat menemukan kembali jalan untuk keluar dari gua tersebut. Begitu juga hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia memerlukan sinar hidayah untuk mengeluarkan dirinya dari hijab kegelapan, agar bisa kembali membuat hubungan dengan diri Empunya Diri.

Perlu diketahui bahwa hubungan antara diri Rahasia dengan diri Empunya diri harus berhubungan terus tanpa terputus dalam hidupnya selama 24 jam setiap hari dan setiap detik. Seandainya diri kasar ( jasmani ) dapat dibikin menjadi gemuk dan sehat dengan memberi makan-makanan yang lezat seperti : daging, buah-buahan dan lain sebagainya, maka begitu juga dengan diri halus ( rohani ), dia juga membutuhkan makanan yang bisa membuat dirinya menjadi segar, gemuk dan bersih. 

Makanan yang dimaksudkan itu adalah zikir.  Dengan makanan zikirlah maka dia dapat berhubungan dengan diri Empunya Diri dikala nafas masih dikandung badan atau jasad dan roh belum berpisah. Oleh karena itu jika badan kasar manusia memerlukan minuman dan makanan agar bisa sehat, senang dan gembira, maka badan Rohani kita juga tidak terlepas daripada hal yang sama, semua itu tidak lain dan tidak bukan adalah zikrillah.

Oleh sebab itu makanan zikir ini harus kita sediakan supaya badan Rohani kita ini akan menjadi sehat, segar, suci, seimbang dengan kesehatan tubuh kasar kita. Kebanyakan orang hanya bisa menjaga tubuh kasar ini dengan baik, kebersihan di jaga, makan minum di jaga, pakaian di jaga, pendek kata semuanya di jaga dengan baik. Tetapi mereka lupa menjaga dirinya yang satu lagi,  yaitu Rohani. Mereka membiarkan badan rohani itu tersiksa, kurus kering yang akhirnya menyebabkan jiwanya, matanya, pendengarannya tertutup oleh hijab-hijab yang tebal yang mengakibatkan terputusnya hubungan dirinya dengan Empunya Diri.

Akibat terputusnya hubungan manusia  dengan Tuhannya itu, maka muncullah sifat-sifat yang tidak baik pada diri manusia tersebut yang pada akhirnya menjauhkan dirinya dengan Empunya Diri, di samping itu timbul juga perangai-perangai yang dibenci oleh syariat dan hakikat Allah s.w.t.

Manusia seperti ini akan hilang perasaannya, hilang pertimbangannya. hilang fikiran baiknya, dan juga akan hilang akal sehatnya sehingga menyebabkan benih-benih iman pada  dirinya menjadi kotor dan  mati.  Bila saja benih-benih imannya mati maka manusia tersebut akan menjadi sesat dan lupa akan tugas utamanya dengan Allah  s.w.t. dan manusia itu diibaratkan seperti seekor bangkai yang bernyawa ataupun binatang berupa manusia.

Menyadari hal ini maka manusia harus kembali ke jalan Tuhannya dengan cara mengenal Tuhannya yang menjadi tuan Empunya Diri. Seperti sabda Rasulullah s.a.w.Awalludin Makrifatullah Artinya   : Bahwa awal-awal hidup (agama) itu adalah mengenai Allah. Oleh karena Allah Ta’ala mempunyai sifat yang tidak dapat dikenal oleh panca indra,   maka diberikanlah  jalan  untuk  mengenalinya dengan cara mengenal Rahasia diri sendiri. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah s.w.t.  di dalam Hadist Qudsi :Man Arafa nafsahu fakad arafa RabbahuArtinya  : Barang siapa yang mengenal dirinya, maka kenallah Tuhannya.

Dalam proses pengenalan dirinya ini maka beberapa jalan harus ditempuh dan dilalui yaitu jalan tarikat, jalan hakikat dan jalan makrifat. Jalan-jalan ini adalah merupakan jalan-jalan yang pernah ditempuh dan dilalui oleh para Rasul, Nabi-Nabi,  Aulia-aulia, para Ariffin-Billah, para Siddiqin, para Salehin dan Wali-Wali Allah yang agung. Mereka yang hendak menuju ke jalan ini haruslah membersihkan diri, hati, jiwa dan raga mereka yaitu, bersih dari sifat iri, dengki, khianat, syirik dan lain sebagainya yang mana semua sifat-sifat itu tidak disukai oleh Syari’at dan Hakikatnya Allah s.w.t.
Mereka hendaklah mendapatkan latihan untuk membersihkan dirinya dan jiwanya melalui seorang guru Hakiki dan Makrifat lagi Mursyid, yang bisa memberikan petuah dan petunjuk agar mengikuti pengalamannya untuk menuju ke martabat Hakiki dan Makrifat. Seseorang itu hendaklah mencari seorang guru yang Mursyid, yang mempunyai ciri-ciri sebagaimana yang akan diterangkan di dalam bab mengenai “GURU MURSYID”.

Setelah menemui guru-guru yang Mursyid mereka haruslah berguru dengan guru yang dijumpainva itu serta meminta izin dari guru tersebut untuk disambung saluran Jalan Hakiki dan Makrifat dari padanya. Bila saja tersambung saluran jalan Tarikat, Hakikat, Makrifat, maka sudah tentu gurunya akan mengarahkannya untuk berbuat sesuatu seperti disuruh berzikir, dengan zikir-zikir tertentu atau dengan cara-cara yang diatur oleh guru tersebut mengikuti tata caranya, tentunya setelah diangkat menjadi muridnya.

Maka hendaklah muridnya tersebut beramal dengan petuah-petuah yang diberikan oleh gurunya dari satu peringkat keperingkat berikutnya, dari satu zikir ke satu zikir berikutnya.
Seperti sabda Rasulullah s.a.w. Artinya :Barang siapa mengamalkan apa-apa yang ia ketahui (yang dipetuakan) niscaya  akan diwariskan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya”Syarat-syarat anak murid yang ingin mempelajari ilmu Hakikat ketuhanan, hendaklah mempunyai sifat ketabahan dan memenuhi 4 syarat penting :

1.         Berani                                                 .             ‘
2.         Ikhlas
3. .       Fikirannya tajam
4.         Akal yang waras.                                                                            
Bila seseorang mempunyai sifat-sifat ini maka bolehlah dia mempelajari ilmu hakikat dan Makrifat. Adapun syarat-syarat seseorang yang hendak menuntut ilmu Hakikat, maka hendaklah mereka mengetahui dan mengikuti syarat menuntut ilmu seperti di bawah ini agar dia bisa memperoleh berkahnya di dunia dan akhirat.

1.  Jangan mendurhakai guru dan anak cucunya sampai tujuh keturunan
2.   Hendaklah taat kepada perintah guru.
3.   Hendaklah seorang murid senantiasa berkhidmat  kepada    gurunya.
4.   Bersedekah kepada gurunya dengan ikhlas.
5.   Mengunjungi rumah guru minimal 2 hari raya setiap tahunnya.
6.   Mencium tangan gurunya ketika bersalam dengan gurunya.

7.   Senantiasa merendahkan dirinya kepada gurunya.
   
Di dalam menuntut ilmu Hakikat dan Makrifat ada 4 hal yang tidak boleh dilanggar secara sengaja atau tidak sengaja dan ini menjadi pantangan atau larangan besar dalam menuntut Ilmu Hakiki dan Makrifat.

Pertama : Durhaka kepada gurunya.
Kedua : Tidak beriman terhadap sesuatu yang ghaib    yang berkaitan dengan  ilmunya.
Ketiga : Tidak meyakini  atau ragu terhadap kebenaran ilmunya.
Keempat : Tidak tauhid dengan ilmunya yaitu tidak mempunyai keteguhan keyakinan terhadap keberkatan dan kesaktian ilmunya.

Adapun syarat-syarat murid dengan murid seperguruannya adalah :

1. Jangan iri hati diantara satu dengan yang lainnya.
2. Senantiasa mengamalkan dan menelaah ilmunya sesama murid.
3. Jangan bertengkar atau berkelahi sesama murid yang lain.
4. Senantiasa tolong menolong antara satu dengan lain.
5. Hendaklah menganggap sesama murid itu bersaudara.
6. Senantiasa memberi ingatan kepada yang lalai.
7. Membela gurunya dan kawan seperguruan-nya.

Pada peringkat awal penerimaan ilmu Hakiki dan Makrifat maka murid tersebut hendaklah mengamalkan petuah-petuah yang diberikan oleh gurunya.  sehingga murid tersebut dia akan mendapatkan NUR dalam bentuk mimpi di dalam tidurnya.  Mimpi-mimpi ini adalah merupakan sebagian daripada ilmu ghaib melalui penyampaian LADUNI dan bila hal ini dialami oleh  murid  tersebut,  maka hal ini harus diingat baik-baik, tentang apa-apa yang dilihatnya dalam mimpinya tersebut.

Misalnya keadaan tempat, suasana tempat, orang-orang yang dijumpainya, bentuk rupa dan wajah orang-orang di dalam mimpinya tersebut dan sebagainya tentang apa-apa yang digambarkan di dalam mimpinya itu. Setelah itu murid tersebut sebaiknya membuat catatan untuk dipersembahkan kepada pengetahuan gurunya agar mendapat tabir penafsiran terhadap makna dan maksud mimpi tersebut di dalam konteks ilmu Hakiki dan Makrifat.

Murid ini hendaklah  terus menerus dan tekun mengamalkan  petuah-petuah dari gurunya hingga dia bisa membersihkan gumpalan darah kotor yang berada di Jantungnya shingga terpancarlah nur dari hatinya dan sesungguhnya nur itulah yang dinamakan hati nurani. Setelah berhasil mendapatkan hati nurani maka murid tersebut dalam menjalani latihan hakikat dan makrifat ini akan dikaruniakan satu mata yang dapat melihat  dan menembus 7 lapis langit 7 lapis bumi, mata tersebut dinamakan mata bashir. Sesungguhnya melalui mata bashir dan telinga batin inilah seseorang murid tadi akan dapat menerima ilmu dari guru-guru ghaib yang akan mengajar ilmu hakiki dan makrifat melalui satu lagi cabang atau cara penyampaian LADUNl yaitu SIRUSIR.

Keadaan tingkah-laku murid pada peringkat ini sudah mulai berhasil membentuk jiwanya tenang, lapang, tidak ada lagi perasaan resah gelisah di dalam hidupnya. sedangkan hatinya terus berada bersama Allah pada setiap detik dan setiap saat. Sebagaimana firman Allah Ta’ala : Surah Al Fajr  ayat   :  27 – 30
Artinya : Wahai orang-orang yang  bernafsu pulanglah kepada pangkuan    Tuhanmu dengan perasaan lapang dan kesenangan dan jadilah kamu  hambaKu dan kekallah dirimu didalam Syurga.

Pada peringkat ini murid tersebut bisa disifatkan telah mencapai maqam wali kecil yaitu pada  martabat  nafsu mutmainnah dan Syurga  dijamin sudah oleh Allah di Akhirat nanti. Pada martabat ini mereka telah dapat meningkatkan pendengaran dan penglihatan mereka melalui telinga batin dan mata bashir mereka ke alam Barzah ( alam kubur ). Mereka juga dapat melihat bagaimana alam Barzakh. 

Mereka bisa melihat dan mendengar dengan mata kepala mereka sendiri bagaimana nasib atau suka-duka seseorang itu yang telah berada di alam Barzakh. Di samping itu juga mereka diberi kemampuan untuk menjelajahi ke alam lain. Oleh sebab itu bila telah sampai ke martabat ini seseorang murid itu tidaklah boleh memberhentikan latihan dan amalannya mengikuti petuah gurunya. Dia harus bekerja lebih keras dan lebih tabah untuk menjangkau martabat yang lebih tinggi lagi.

Dia harus berusaha membersihkan dirinya untuk mencapai tingkatan yang lebih luhur lagi, pada tingkatan ini hatinya sering fana bersama dengan Allah s.w.t. zikirnya pada tingkatan ini telah melekat dihatinya pada setiap saat dan tidak terpisah dari menilik rahasia dirinya serta dia dapat memecah diri batinnya dari satu wajah ke wajah yang lain sampailah ke wajah yang tertinggi pada martabat 9.




Proses Pemecahan Wajah (KHAWASUL QHAWAS)
Wajah di dalam wajah kita ada 9 bernama :
1.  Sirrus sirr  2.  Sirr  3.  Ahdah 4.  Wahdah  5.  Wahdiah    
6.  Ahmad  7.  Muhammad  8.  Mustafa  9.  Mahmud.

Ada 9 (Sembilan) Tashahud juga yang kita lakukan dalam Sholat 5 waktu  dan pada waktu-waktu itulah wajah - wajah ini akan keluar. “Inni Wajjahtu wajhiya lillazi fatar-as-samawati wal arda hanifam wama ana min-al-mushrikin.”

Bagi mereka yang belum menjalani Maqam Sholahuddaim, maka dia tidak dapat mengeluarkan wajah-wajah ini, karena apabila wajah Ahmad dan Muhammad keluar dan mereka tidak menapaki Maqam Sholahuddaim maka itu artinya dia akan mati.

Hanya yang sudah mencapai Maqam Sholahuddaim saja yang boleh keluarkan wajah-wajah ini. Missalnya untuk pergi ke18.000 Alam, untuk beribadah atau menjalankan tugas Allah.  Banyaknya alam ini karena Allah RABBUL ALAMIN  dan Nabi Muhammad juga RAHMATALLIL ALAMIN  dan kita RAHMATAN FIL ALAMIN.

Ilmu tentang wajah-wajah akan terbuka ketika telah menguasai Ilmu tentang Nafas, Anfas, Tanafas dan Nufus, setelah  melewati beberapa tahapan, misalnya dengan Nafas Ar-Rahman dan Wajah Ar-Rahman.

Dalam hal kita menapaki jalan Tasyawuf yaitu jalan Hakekat dan Makrifatullah, diperlukan suatu keikhlasan dan kesungguhan oleh karena itu Guru yang Mursyid dan yang Kasyaf sangat diperlukan untuk memantau dari jarak jauh, maksudnya guru tahu apa yang anak murid mimpikan di malam hari.

Kemampuan untuk “DUDUK DALAM KALIMAH” penting, ini artinya kita harus menguasai Zikir Nafas dan penyucian diri, agar kita mampu menghalau semua yang akan datang mengganggu, mereka yang mencapai tahap suci ini akan dapat berjumpa dengan para Anbiya’ dan para Malaikat, dapat belajar langsung dari mereka, kemudian jika maqam meningkat maka akan diberikan nama Rahasia yang dengan nama inilah penghuni langit mengenalinya.

Jika saja Roh dapat menembus 7 lapis langit,  maka tentu dapat juga menembus 7 lapis bumi,  dan pastinya akan dapat  mengetahui rahasia-rahasia makhluk yang duduk di semua lapisan ini. Dengan demikian mudahlah bagi mereka untuk menghantar pulang makhluk yang asalnya dari lapisan-lapisan ini, pada kondisi ini biasanya gurunya terlebih dahulu sudah membuka rahasia huruf-huruf Muqotat, sebab ini merupakan kunci-kunci perbendaharaan untuk masuk kedalamnya.

Bagi mereka yang sudah disahkan Mengenal Diri = Mengenal Allah, maka tidak ada yang dapat mengodanya dengan apapun jua, walau godaan tetap saja ada  dan juga bagi yang dapat mengenal Diri akan diberi Anugerah Kasyaf (tembus pandang) oleh Allah Ta’ala.

Bukti sudah mengenal Diri ialah ketika dia dapat mengeluarkan 9 wajahnya semua. Dan juga, ketika dia telah ditalqinkan oleh gurunya (kafan-kan) dan ketika pintu langit telah terbuka dan dia melihat semua isi langit : Sidratul Muntaha, Baitul Arsy, Arsyillah.

Puncaknya adalah ketika masuknya Al-Quran dari langit terus ke Dada dan mendapat kesempatan membaca Al-Quran di Sidratul Muntaha.

Allah berfirman di dalam Hadis QudsiNya :
“Hai hambaKu, bila engkau ingin masuk ke HaramilKu (Haramil Qudsiyah), maka engkau jangan tergoda oleh Mulki, Malakut, Jabarut karena alam Mulki adalah setan bagi orang Alim, Alam Malakut adalah setan bagi orang Arif dan Alam Jabarut adalah setan bagi orang yang akan masuk ke Alam Qudsiyah”.

Wajib bagi semua manusia mengetahui kapasitas dirinya yaitu berada pada alam yang mana dan jangan mengaku-ngaku sesuatu yang bukan haknya. “Allah menyayangi orang-orang yang mengetahui kadar dirinya dan tidak melewati batas perjalanannya menjaga lisannya dan tidak menyia-yiakan umurnya”.

Seorang Alim harus mampu mencapai makna hakekat manusia yang disebut “Tiflul Ma’ani” (Bayi Ma’nawi). Setelah itu harus mendidiknya dengan tetap melakukan Asma Tauhid dan keluar dari alam Jasmani ke alam Ruhani, yaitu alam As-Sirri yang di sana tidak ada sesuatu pun selain AlLah. Sirr itu seperti lapangan dari cahaya, tidak ada ujungnya. Inilah Maqam Al-Muwahidin atau Maqamnya Kaum-Kaum Muwahid.

Berusahalah untuk mencapai ke tahap itu melalui ajaran guru atau orang yang ahlinya. Ada di antaranya sengaja tidak diuraikan dengan lebih lanjut karena sebagiannya adalah rahasia yang perlu dibicarakan secara khusus. MELAHIRKAN SEMULA BAYI MAKNAWI = MEMULANGKAN AMANAH ALLAH.

Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani adalah SULTANUL atau QUTUBUL AULIA’ yakni Penghulu segala Wali wali Allah, maka wajarlah kita dalam mencari JALAN PULANG menjadikan beliau sebagai salah satu SUMBER rujukan. Petikan dari kitab “SIRRUR ASRAR” .

Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani menamakan kandungan itu sebagai TIFLUL MA’ANI atau BAYI MAKNAWI dan menjelaskan bahwa istilah itu merujuk kepada RUHKU ALLAH yang disebutnya sebagai RUH  AL-QUDSI.

1.  Makhluk pertama yang diciptakan Allah (baca ditajallikan) adalah RUH MUHAMMAD diciptakan dari Cahaya JAMAL ULLAH.

2.  Ruh Muhammad adalah RUH YANG TERMURNI sebagai makhluk pertama dan ASAL seluruh makhluk. Dari Ruh Muhammad itulah Allah menciptakan semua ruh di Alam LAHUT yakni NEGERI ASAL bagi seluruh manusia. Maka kita sebut kita ini sebagai UMAT MUHAMMAD.

3.  Selanjutnya ruh-ruh (perhatikan bukan ruh tetapi ruh ruh) diturunkan ke Alam TERENDAH dimasukkan pada makhluk terendah yakni JASAD setelah membuat PENGAKUAN dihari PERJANJIAN dimana Allah bertanya  “Alastu birabbikum” = Bukankah Aku ini Tuhanmu ?  Ruh menjawab, Benar Engkaulah Tuhan kami.

4.  Proses turunnya (ruh) adalah setelah ruh diciptakan di Alam LAHUT , maka diturunkan ke Alam JABARUT dan DIBALUT dengan CAHAYA JABARUT sebagai pakaian antara DUA HARAM disebut sebagai RUH SULTANI.  Selanjutnya diturunkan lagi ke Alam MALAKUT dan dibalut dengan cahaya MALAKUT dinamakan sebagai RUH RUHANI. Kemudian diturunkan lagi ke Alam MULKI dan dibalut dengan CAHAYA Mulki dinamakan RUH JASMANI.

5.  Untuk KEMBALI (jalan pulang) ke negeri asalnya (Alam LAHUT) manusia perlu beribadah, maksudnya ibadah disini adalah MAKRIFATULLAH.  Makrifat  terwujud bila manusia dapat melihat indahnya sesuatu YANG TERPENDAM dan TERTUTUP didalam RASA di LUBUK HATI disebut sebagai KUNZA MAHFIYYAN = terpendam dan tertutup,  firman Allah :  “ Kuciptakan makhluk agar mereka MengenalKu”.

6.  Alam Makrifat = Alam Lahut = Negeri Asal kita = Tempat Ruh Al-Qudsi = Bayi Yang Perlu Dilahirkan semula = AKU.

7.  Yang dimaksudkan dengan Ruh Al-Qudsi  adalah HAKEKAT MANUSIA yang disimpan di LUBUK HATI,  Keberadaannya akan diketahui dengan MENGAMALKAN secara TERUS MENERUS Kalimah Syahadah “La Ilaha Illallah”.

8. Ahli tasyawuf menamakan Ruh Al-Qudsi dengan sebutan TIFLUL MAANI ( bayi maknawi ) karena ia dari MA’NAWIYAH QUDSIYYAH. Pemberian nama TIFLUL MAANI didasarkan kepada :

1.  Ia lahir dari HATI seperti lahirnya bayi dari RAHIM ibu dan ia diurus dan dibesarkan hingga dewasa (dengan gerak rasa).

2.  Bayi bersih dari segala kotoran dosa lahirriyah. Tiflul Maani juga bersih dari SYIRIK dan GAFLAH (lupa kepada Allah).

3.  Tiflul Ma’ani HALUS dan SUCI.

4.  Ia BERWUJUD seperti RUPA MANUSIA (itu) juga karena MANISnya bukan karena kecilnya dan dilihat dari AWAL ADA-nya, ia adalah MANUSIA HAKIKI (yang sebenar-benarnya kita atau manusia = A-KU), karena Dialah YANG BERHUBUNGAN LANGSUNG DENGAN ALLAH. (jasad tak bisa berhubung dengan Allah secara langsung /terus-menerus).

5.  Firman Allah melalui Hadith Qudsi :
“AKU punya waktu khusus dengan Allah, Malaikat terdekat , nabi dan rasul tidak akan memilikkinya”. “Kamu sekalian akan melihat Tuhanmu saperti kamu melihat sinar bulan purnama”.

Al-Quran :
“Wajah wajah orang MUKMIN pada hari itu BERSER-SERI”.

Yang dimaksudkan dengan MALAIKAT TERDEKAT = RUH RUHANI yang diciptakan di alam Jabarut.
Bila segala sesuatu SELAIN RUH AL-QUDSI masuk ke Alam LAHUT maka pasti akan TERBAKAR.

Dalil dari Hadist Qudsi yang lainnya :
1.  ILMU BATIN adalah RAHASIA diantara RahasiaKu. Aku jadikan didalam HATI hamba hambaKu dan tidak ada MENEMPATINYA kecuali AKU.

2.  Aku ini BERADA pada SANGKAAN hambaKu. Aku bersamanya ketika dia MENGINGAT-KU. Bila dia mengingatKu pada HATI-nya, Aku pun mengingatnya pada Zat-Ku. 
Telah disampaikan Syaikh Siti Jenar : Semuanya harus ditundukkan di bawah Zat Yang Wajib Memimpin.

“T A F A K U R”

Yang dimaksudkan dengan Hadits ini adalah manusia pada WUJUD MANUSIA yaitu di alam TAFAKUR. Hadits Baginda Rasul : “Tafakur sesaat lebih besar pahalanya daripada IBADAH 70 tahun” . Dan berfikir tentang MAKRIFAT kepada Allah , maka nilai tafakurnya lebih daripada beribadah seribu tahun. Ini adalah ALAM MAKRIFAT yaitu ALAM TAUHID.

Wajhillah = Wajah Allah dalam al-Quran

Ayat-ayat berikut yaitu :  (2:115), (2:272) , (30:38), (30:39) dan (76:9)mempunyai rahasia yang besar dari segi hiraki manusia , pentabiran Allah swt kepada para Khalifah-khalifahNya yang merupakan
golongan Khawasul Khawas. Ulasan ringkas : Ayat pertama yang menyebut Wajah Allah ialah Al-Baqarah : 115. Sejak awal menyatakan bahwa kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat yang menekankan bahwa untuk melihat Wajah Allah kita harus meletakkan diri kita sebagai hamba yang tidak punya apa-apa sebab semuanya hak Allah.

Ini diakhiri dengan Surah Al-Insan ayat (76 : 9). Yang menekankan agar manusia wajib melihat Wajah Allah dengan menggunakan 9 wajahnya.
5 ayat di bawah ini menjadi sandaran penting untuk Melihat Wajah Allah :


1. Terkait dengan 5X sholat fardhu  = waktu yang wajib untuk memandang Wajah Allah.

2.  Terkait dengan 5 Ulul azmi = Muhammad saw, Isa as, Musa as, Ibrahim as dan Nuh as, yang menjadi pemandu kepada “Al Ghauts/Kembali” dalam melaksanakan tugasnya sebagai Ketua Khalifah.

3. Terkait dengan 5 Naqib kepada Al-Ghauts = Qutb, Qut Al Bilad, Qutb Al Aqtab , Qutb Al Irshad , Qutb Al Mutasarrif.

4. Di bawah setiap 5 Naqib itu masing –masing ada = 7 Budala (diketuai Qutb), 7 Nujuba’ (diketuai Qutb Al Bilad), 7 Nuquba’ (diketuai Qutb Al Aqtab ), 7 Awtad (diketuai Qutb Al Irshad) dan 7Ahyar (diketuai Qutb Al Mutasarrif).

5. Walaupun ini menunjukkan satu hiraki tegak terdapat juga hiraki mendatar yaitu Qutb, lebih tinggi dari Qutb Al Bilad lebih tinggi dari Qutb Al Aqtab lebih tinggi dari Qutb Al Irshad lebih tinggi dari Qutb Al Mutasarrif.

6. Dalam masyarakat kita selalu disebut tentang kewujudan 40 Abdal, maka sebenarnya semua mereka yang di bawah Al Ghauts ini ada 40 orang. Mereka juga disebut “Rijalul Gaib” dan maqam mereka adalah As Siddiqun dan Al Muqarrabun.

7. Mereka semua (1+40 orang) senantiasa melaksanakan Sholahud Da’im karena mereka pilihan Allah (Ahlullah) dan senantiasa memandang Wajah Allah.

8. Mereka dan para Wali-wali Allah yang lain mengajak dengan ayat  (12 : 108) mendapat limpahan Rahmat dari Allah seperti yang disebut dalam surahYunus (10 : 62).

9. Dibawa ini adalah 5 ayat yang di dalamnya terdapat uraian tentang  tugas para Khalifah Allah swt, yaitu :

1.  Qs. Al-Baqarah 2 : 115.
”Dan kepunyaan Allahlah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap maka disitulah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmatNya) lagi Maha Mengetahui”.

2. Qs. Al-Baqarah 2 : 272.
“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufik) siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhoan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikit pun tidak akan dianiaya (dirugikan)”.

3. Qs. Ar-Rum 30 : 38.
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.

4. Qs. Ar-Rum 30 : 39.
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”.

5. QS. Al-Insan 76 : 9.
“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, Kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih”.




Bagi mereka yang telah berhasil mendapat wajah, mereka ini akan berpeluang menelusuri alam yang lebih jauh. Mereka dapat menembus 7 lapis langit, 7 lapis bumi. Mereka menjelajah sambil melawat dengan penuh kenikmatan, kebahagiaan dan kegembiraan yang tidak mungkin dapat di ungkapkan dengan kata-kata. Hal ini hanya bisa dirasakan sendiri oleh orang-orang yang mendalaminya  dan yang telah sampai pada martabatnya.

Jiwa mereka saat ini sering fana bersama dengan Allah s.w.t.  serta jiwanya tidak pernah terpisah pada ingatanya kepada Allah s.w.t.  pada kondisi ini hatinya mulai bersih, suci dan luhur pada Allah s.w.t. mereka sering lupa diri zahirnya karena terlampau asyik menilik ke dalam rahasianya sendiri karena mereka menikmati  suatu kelezatan yang ter-amat sangat.
Dalam keadaan fana beginilah maka seorang murid tersebut sering terucap dari mulutnya yang menimbulkan fitnah pada orang-orang syariat.

Misalnya terucaplah dari mulutnya dengan kata “aku makan semeja dengan Tuhanku” ataupun sambil mengangkat tangannya kepada orang“Ini tangan Tuhan”, kadang-kadang keluar ucapan secara fasih dan nyaring dengan kata-kata “Akulah Tuhan sebenarnya”  dan lain sebagainya yang membuat bingung orang-orang syariat. Keadaan ini timbul karena begitu kuatnya gelora fana yang bergelombang didalam lamunan cintanya terhadap diri rahasianya.

Dalam kondisi murid yang keadaannya seperti ini maka dia harus mendapat perhatian khusus dari gurunya agar dia tidak menimbulkan suatu fitnah dari orang-orang syariat yang bisa jadi membahayakan keselamatan dirinya sendiri. Bila seseorang murid itu telah berhasil mencapai tahapan ini, maka bolehlah disifatkan murid tersebut telah sampai ke martabat Wali Besar ( Wali Akbar ) pada peringkat nafsu …… ataupun …………..

Kalau sudah mencapai ke tahapan ini maka seorang murid tersebut akan menerima tamu-tamu agung yang terdiri dari para Rasul, para Nabi, para Aulia, dan Wali-wali Allah yang datang mengunjungi mereka dan mengajarkan ilmu-ilmu yang lebih dalam dan memberi peluang kepada mereka menjelajahi alam yang lebih jauh termasuk Syurga, Neraka, Arash dan Qudsi Allah s.w.t.

Kehadiran para pelawat agung tersebut adalah secara hidup-hidup bukan dalam suatu mimpi. Penerimaan tetamu semacam ini disebut oleh para ahli Tasawuf sebagai cara penerimaan Laduni di peringkat Tasawuf.

Jiwa murid yang telah Berhasil menerima – Tasawuf ini sangat tenang, hatinya tetap terus bersama Tuhannya pada setiap saat dan terhadap diri rahasianya adalah tetap. Pada situasi seperti ini bisa juga disifatkan murid tersebut telah dapat sampai ke maqom Fana Bakabillah dan duduklah ia di dalam kelezatan bersama dengan Allah s.w.t. Setelah menerima Tawassul, maka seseorang murid tersebut hendaklah berusaha terus untuk menjangkau satu lagi martabat  …( Insan Kamil ) pada martabat nafsu………taupun ……….

Dimana bila saja tercapai pada martabat ini murid tersebut akan menjadi orang yang tertinggi di sisi Allah s.w.t. dan di pandang mulia oleh setiap makhluk di muka bumi ini. Murid ini dalam kehidupannya seperti orang biasa pada umumnya yaitu : berniaga, bertani, berpolitik, dan sebagainya sehingga susah bagi orang lain untuk menerka kedudukan ilmunya dan mertabatnya di sisi Allah s.w.t.

Pendek kata kehidupan mereka seperti orang biasa pada umumnya, tidak menampakan ilmunya dan lain-lain perangai yang susah untuk ditebak oleh manusia biasa tentang kealimannya, ketinggian derajatnya, keberkatan dirinya dan sebagainya. Dalam kehidupnya mereka membaur dalam masyarakat  dengan menyembunyikan ilmunya, sementara hatinya tidak sekali-kali pernah melupai Allah s.w.t. walau sedetikpun.

Ingatan dan tilikan terhadap diri rahasinya tidak pernah lepas atau lalai, malah dia tetap tinggal dan beristana didalamnya pada setiap saat sepanjang hayatnya. Inilah suatu martabat yang paling tinggi yang dapat dicapai oleh manusia di dalam memakrifatkan dirinya dengan Allah s.w.t. mereka sangatmengenal akan dirinya dengan arti kata yang sebenar-benarnya.

Dialah seorang manusia yang tetap berada di sisi Allah di dunia dan akhirat, dan di akhirat nanti mereka akan ditempatkan bersama para Rasul, Aulia, Nabi-nabi di dalam menikmati bakti yang tertinggi. Seperti firman Allah s.w.t. di dalam Al-Qur’an  :
Surah : An Nisaa’ Ayat 69 Artinya   : Dan barang siapa yang mentaati Allah da rasulnya. Mereka itu akan  bersama orang-orang yang dianugerahi nikmat yaitu para Nabi, para Shidiqqin, para Syuhadah dan orang-orang Shalleh dan mereka itulah sebaik-baiknya umat.

Ingatlah bahwa permulaan pada saat tercapainya seorang murid pada Martabat Wali Kecil yaitu pada nafsu ….maka timbullah sifat-sifat agung yang di miliki  oleh seorang Wali seperti : berkat, keramat, mustajab dan sifat-sifat lainnya yang tidak ada pada manusia biasa, pendek kata apa yang adalah apa yang diminta akan dikabulkan, apa yang dikehendaki akan terjadi.

Manakala telah tercapai peringkat atau martabat Wali Besar yaitu pada nafsu …. atau ….. maka muncul juga sifat-sifat kesaktian atas dirinya. Disini semua kelakuan yang diperbuatnya akan diridhoi oleh Allah Ta’ala secara spontan. Pada hak tertinggi para Tasawuf mensifatkan kelakuan begini sebagai : KUN FAYAKUN Artinya  : Jadi maka jadilah Pada martabat ini mereka mempunyai kesaktian yang amat tinggi. Baca juga Syaikh-siti-jenar-doktrin-kewalian

Related Posts



Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
Link

Komentar

SUARA KOTA PONTIANAK

ENTER YOUR EMAIL ADDRESS :

DELIVERED BY SUARA KOTA PONTIANAK ||| 🔔E-mail : ptmkspontianak@gmail.com

🚀POPULAR POST

SYAIKH SITI JENAR : AL-FATIHAH SALAH SATU KUNCI NGIBADAH

CARA MEMBANGKITKAN NUR QALBU MELALUI ZIKIR NAFI DAN ISBAT BAGI FOMULA TASYAWUF

TUHAN TIDAK BERZAT, BERSIFAT, BERASMA, DAN BERAF'AL.

PUSAKA MADINAH

AL HALLAJ IBLIS ADALAH TEMAN DAN FIRAUN ADALAH GURUNYA

🔂 FOLLOWERS