WAHDATUL WUJUD TIDAK MENAFIKAN WUJUD MAKHLUK YANG BARU

Banyak orang yang menuduh sesat pemahaman wahdatul-wujud ini karena ketidak tahuan, mereka menyatakan bahwa, wahdatul wujud menafikan ithnaniyat al-wujud (dua jenis ke-wujud-an yaitu ke-wujud-an Allah s.w.t.
yang qadim dan ke-wujud-an makhluk yang baru).

Sebenarnya, wahdatul-wujud menurut kaum sufi tidak pernah menafikan dua jenis ke-wujud-an, yaitu: wujud qadim (ke-wujud-an Allah s.w.t.) dan wujud baru, yaitu ke-wujud-an makhluk. Namun, wahdatul-wujud menegaskan bahwa, ke-wujud-an makhluk yang baru tersebut merupakan kesan (atsar) yang terlahir dari ke-wujud-an Allah s.w.t juga karena wujud makhluk tersebut bukanlah dengan diri mereka sendiri dan bukan pula dari diri mereka sendiri. 

Namun, wujud makhluk yang terbatas dan baru bukanlah wujud Allah s.w.t. yang qadim, cuma ke-wujud-an mereka dari ke-wujud-an Allah swt dan penciptaanNya. Ke-wujud-an makhluk tidak mutlak, tidak mustaqil (mandiri) dan makhluk tidak berdiri dengan diri mereka sendiri, sebaliknya bersandar kepada kekuasaan Allah s.w.t.

Hal ini samalah seperti kekuasaan makhluk, di mana, kekuasaan makhluk yang terbatas dari kekuasaan Allah swt juga, tetapi kekuasaan akhluk bukanlah seperti kekuasaan Allah s.w.t. Begitu juga sifat-sifat yang lain.

Dua jenis ke-wujud-an tidak pernah menafikan bahwa, wujud yang baru itu pada hakikatnya dari wujud Allah s.w.t yang qadim, tetapi bukanlah wujud yang baru itu, adalah wujud yang qadim secara zatnya. Kalau bukan dari Allah s.w.t., maka dari siapa lagi wujud yang baru itu? Mustahil dari zat-zat makhluk itu sendiri karena para makhluk tidak berdiri dengan diri mereka sendiri.

#Catatan bagi orang awam dan para pemikir/penulis yang kering dan dangkal tanpa SULUK

Dijelaskan dalam Tuhfatul Ahwadzi bahwa di zaman tersebut, orang yang berpegang teguh dengan agama hingga meninggalkan dunianya, ujian dan kesabarannya begitu berat. Ibaratnya seperti seseorang yang memegang bara (nyala) api. Bara api tentulah panas dan tentu amatlah sulit mempertahankan genggaman tersebut tanpa membuat tangan melepuh.

Ath Thibiy berkata bahwa maknanya adalah sebagaimana seseorang tidak mampu menggenggam bara api karena tangannya bisa terbakar sama halnya dengan orang yang ingin berpegang teguh dengan ajaran Islam saat ini, ia sampai tak kuat ketika ingin berpegang teguh dengan agamanya. Hal itu lantaran banyaknya maksiat di sekelilingnya, pelaku maksiat pun begitu banyak, kefasikan pun semakin tersebar luas, juga iman pun semakin lemah.

Sedangkan Al Qari mengatakan bahwa sebagaimana seseorang tidaklah mungkin menggenggam bara api melainkan dengan memiliki kesabaran yang ekstra dan kesulitan yang luar biasa. Begitu pula dengan orang yang ingin berpegang teguh dengan ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di zaman ini butuh kesabaran yang ekstra.

Itulah gambaran bagi orang-orang yang konsisten dengan ajaran Islam secara kafah saat ini, yang ingin terus menjalankan ibadah sesuai sunnah Rasul , begitu sulitnya dan begitu beratnya.

Acapkali bagi masyarakat awam, orang-orang yang memegang teguh terhadap ajaran ajaran Islam sejati adalah orang-orang yang fanatik. Kadang cacian yang mesti diterima. Kadang dikucilkan oleh masyarakat sekitar. Kadang jadi bahan omongan yang tidak enak. Bahkan parahnya sampai-sampai ada yang nyawanya dan keluarganya terancam.

Melawan arus, dimana kita mencoba menjadi orang baik disaat menjadi salah adalah sesuatu yang wajar, tentu mendapat konsekuen yang tidak mengenakkan dalam kehidupan bermasyarakat. Demikianlah resikonya.

Namun nantikan balasannya di sisi Allah SWT yang luar biasa andai mau bersabar.
Ingatlah janji Allah SWT,

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az Zumar: 10).

Sebagaimana disebut dalam Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim karya Ibnu Katsir, Al Auza’i menyatakan bahwa pahala mereka tak bisa ditimbang dan tak bisa ditakar. Itulah karena saking banyaknya. Ibnu Juraij menyatakan bahwa pahala mereka tak bisa terhitung (tak terhingga), juga ditambah setelah itu. Inilah masa dimana orang-orang yang berpegang teguh dalam Islam bagai memegang bara api.

Berpegang teguh dengan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat ini memang amat berat, bagai mereka yang memegang bara api.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَأْتِى عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ

“Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi no. 2260. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan). Baca Juga : Kesimpulan-mengenai-wahdatul-wujud

Related Posts



Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
Link

Komentar

SUARA KOTA PONTIANAK

ENTER YOUR EMAIL ADDRESS :

DELIVERED BY SUARA KOTA PONTIANAK ||| 🔔E-mail : ptmkspontianak@gmail.com

🚀POPULAR POST

SYAIKH SITI JENAR : AL-FATIHAH SALAH SATU KUNCI NGIBADAH

CARA MEMBANGKITKAN NUR QALBU MELALUI ZIKIR NAFI DAN ISBAT BAGI FOMULA TASYAWUF

TUHAN TIDAK BERZAT, BERSIFAT, BERASMA, DAN BERAF'AL.

PUSAKA MADINAH

AL HALLAJ IBLIS ADALAH TEMAN DAN FIRAUN ADALAH GURUNYA

🔂 FOLLOWERS