KEMEROSOTAN FUNGSI RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA

Peran Rukun Tetangga dan Rukun Warga pada beberapa dekade lalu sangat lekat dengan kehidupan rakyat. Saat itu, kehidupan yang penuh dengan solidaritas, gotong royong, dan kekeluargaan masih sangat kental terasa. Peran warga terhadap pembangunan lingkungan sekitar atas koordinasi Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) sangat mendominasi pada waktu itu. Namun efek globalisasi, individualisme, dan hedonisme menjadikan fungsi RT dan RW luntur.

Tentu saja merupakan masalah yang sangat miris jika RT dan RW sudah tidak lagi berfungsi. Tidak akan ada lagi kontrol pemerintah dalam kehidupan bermasyarakat. Sejak kemerdekaan Republik Indonesia, RT dan RW merupakan pemerintahan paling rendah yang langsung berdekatan dengan nadi masyarakat.

Hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 5 Tahun 2007. Fungsi Rukun-Tetangga dalam Permendagri tersebut adalah :

  • Sebagai koordinator (penghubung) antarwarga.
  • Membantu pelayanan yang merupakan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota.
  • Jembatan aspirasi antarwarga dengan pemerintah daerah.
  • Sebagai penengah berbagai bentuk permasalahan yang dihadapi warga.
  • Memelihara kerukunan hidup antarwarga.
  • Menyusun rencana dan melaksanakan pembangunan dengan aspirasi dan swadaya murni masyarakat.

Sesuai dengan fungsi RT dan RW sangat wajib hukumnya untuk menjalankan fungsi dan tugasnya dalam masyarakat, untuk memberikan pelayanan terbaik dalam mendukung program pemerintah. Namun, setelah masuk era reformasi dan merebaknya globalisasi di negara ini, bukan tidak mungkin tugas dan fungsi RT dan RW mulai luntur.

Mengapa demikian? Hal ini disebabkan perilaku individual dan hedon yang sudah menjangkiti warga di lingkungan sekitar juga pengurus RT dan RW. Mari kita bahas seperti apa degradasi fungsi RT dan RW yang sedang terjadi.

Hingga saat ini, RT dan RW di berbagai daerah tetap berusaha memupuk persatuan dan kesatuan di lingkungan masing-masing. Namun juga telah ada di lingkungan perumahan elite yang setiap rumahnya memiliki kesibukan masing-masing, hingga mungkin tidak tahu siapa ketua RT dan RW-nya.

Tentu saja masalah fungsi RT dan RW sebagai penghubung antarwarga sudah mengalami kemunduran di kota-kota besar yang memiliki banyak perumahan elite dan gedung pencakar langit. Tetapi untuk di daerah yang memiliki adat dan istiadat yang kental, tentu RT dan RW adalah penghubung utama dalam bermasyarakat serta penghubung antara pemerintah dan warga.

Di era digital seperti saat ini, berbagai urusan administrasi bisa dilakukan secara mandiri tanpa melalui tahap-tahap yang cukup meribetkan dan tentu saja efisien. Dampaknya adalah hal ini sudah mengurangi entitas fungsi RT dan RW sebagai membantu pelayanan yang merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Dengan adanya berbagai aplikasi digital untuk urusan administrasi sama saja melewati satu tahap, yang mungkin membutuhkan persetujuan RT atau RW jika memang diperlukan.

Misalnya, pengurusan KK atau KTP-el yang biasanya melalui RT dan RW, kini harus datang sendiri ke kantor desa dan kantor Dinas Penduduk dan Catatan Sipil. Ini sama saja tidak efisien di Kabupaten Situbondo, karena masih harus menunggu lama/antre yang artinya sedikit banyak peran RT dan RW sudah didegradasi ke desa dan kantor dinas terkait.

Berbeda dengan di kota-kota yang memiliki aplikasi digital tinggal klik lalu selesai, untuk urusan catatan sipil di Situbondo masih susah.

Aspirasi warga sangat diperlukan untuk proses pembangunan dan memberi sedikit kritik dan saran kepada pemerintah, sudah menjadi tugas RT dan RW untuk menjadi penyambung lidah rakyat dan sekaligus corong pemerintah kepada masyarakat.

Pada kenyataannya musyawarah RT dan RW tidak membahas tentang bagaimana aspirasi warga terhadap pemerintah tersalurkan. Hal yang banyak dibahas adalah masalah yang berada di lingkungan RT dan RW. Bukan suatu hal yang salah, namun fungsi RT dan RW tidak berjalan pada fungsinya lagi.

Permasalahan di masyarakat bukan suatu yang tabu, berbagai masalah di internal keluarga maupun antarwarga sudah menjadi hal yang lumrah terjadi. Namun akhir-akhir ini, permasalahan tersebut lebih banyak mengadu ke kantor polisi dan akhirnya berujung pada meja hijau.

Hal ini menunjukkan bahwa penyelesaian masalah musyawarah menuju mufakat tidak lagi dikedepankan. Dalam hal tersebut adalah tugas RT dan RW sebagai mediator untuk penyelesaian masalah, tentunya juga untuk meredam berbagai konflik/masalah yang terjadi di masyarakat dan memelihara kerukunan antarwarga.

Juga masih banyak program lingkungan yang saat ini telah luntur salah satunya seperti siskamling yang tak ada lagi, tamu wajib lapor, kerja bakti, dan gotong royong yang sudah terkikis waktu setiap individu. Karang taruna seperti juga hanya tinggal nama.

Namun ada beberapa juga program RT dan RW yang saat ini masih tetap eksis seperti PKK, musyawarah RT dan RW, dan lain-lain. Salah satu cara untuk mengembalikan fungsi RT dan RW adalah dengan membuat program-program dari pemerintah yang melibatkan seluruh komponen RT dan RW, pemberdayaan lembaga kemasyarakatan seperti desa/kelurahan/RT dan RW. Baca Juga : Peranan-rukun-tetangga-dan-rukun-warga

Libatkan kembali RT dan RW dalam pembangunan dan pendidikan moral etika masyarakat dalam menghadapi tantangan dan pengaruh negatif globalisasi. Mari membangun RT dan RW untuk Indonesia maju.

Related Posts



Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
Link

Komentar

SUARA KOTA PONTIANAK

ENTER YOUR EMAIL ADDRESS :

DELIVERED BY SUARA KOTA PONTIANAK ||| 🔔E-mail : ptmkspontianak@gmail.com

🚀POPULAR POST

SYAIKH SITI JENAR : AL-FATIHAH SALAH SATU KUNCI NGIBADAH

CARA MEMBANGKITKAN NUR QALBU MELALUI ZIKIR NAFI DAN ISBAT BAGI FOMULA TASYAWUF

TUHAN TIDAK BERZAT, BERSIFAT, BERASMA, DAN BERAF'AL.

PUSAKA MADINAH

AL HALLAJ IBLIS ADALAH TEMAN DAN FIRAUN ADALAH GURUNYA

🔂 FOLLOWERS