MAKNA KEMERDEKAAN, KEBEBASAN DAN SEJARAH ALIRAN SUFISME MENURUT AHLI TASAWWUF

Kemerdekaan atau kebebasan menjadi salah satu perhatian Para Sufi

Perhatian mereka terhadap persoalan kebebasan nampak jelas dalam setiap pernyataan mereka yang menyebut dengan jelas bahasa kebebasan dengan kata al-hurrîyah (kebebasan).

Bahkan di antara mereka ada yang membincangkan secara khusus mengenai kebebasan (al-hurrîyah) seperti al-Qushayrî melalui kitab al-Risâlah al-Qushayrîyah yang menulis topik khusus mengenai kebebasan (al-hurrîyah), al-Muhâsibî (243H) juga membahas kebebasan dalam kitabnya al-Ri’âyah, pun demikian Ibnu Arabî dalam kitab al-Futûhât al-Makkîyah.

Di tangan mereka, terminologi kebebasan (al-hurrîyah) menemukan arti khusus dalam dunia tasawwuf.

Kebebasan dalam terminologi para Sufi bukanlah sifat kehendak manusia yang diandaikan adanya sebagai landasan bagi etika, akan tetapi ia merupakan maqâm dan hal yang berusaha dicapai melalui usaha keras (mujahadah).

Makna kebebasan dalam suluk dan amalan kerohanian mengandungi makna aktif yaitu: pembebasan diri dari segala sesuatu yang menghalangi kesempurnaan manusia’. Selagi manusia masih di dalam kungkungan hawa nafsu, cinta dunia dan godaan syaitan maka dia masih belum mencapai tahap insan kamil.

Makna khusus kebebasan dalam pemikiran para Sufi ini menunjuk kepada makna kebebasan negatif (freedom from), yakni bebas dari perhambaan segala sesuatu selain Allah.

Al-Qushayrî menyebutkan bahawa yang dimaksud kebebasan adalah jika seorang hamba tidak lagi berada di lingkaran kehambaan segala makhluk.

Di sini, Para Sufi mengembangkan makna kebebasan dalam bentuk usaha meliberasi diri (al-taharrur) secara aktif dan dinamik iaitu dengan memerangi hawa nafsu demi tercapainya kesempurnaan kerohanian.

Kerana itu kebebasan (al-hurrîyah) dalam dunia tasawuf lebih merupakan suatu capaian dari perjalanan rohani para sufi (maqâm). Al-Junayd mengatakan al-hurrîyah âkhiru maqâm li al-‘ârif (kebebasan adalah stesen terakhir seseorang mengenal hakikat ketuhanan).

Makna kebebasan dalam perspektif para Sufi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk pengembangan makna kebebasan dalam Islam. Di awali dengan pengakuan atas adanya kehendak bebas manusia oleh Para Sufi, hal itu kemudian diarahkan kepada merealisasikan dirinya sebagai sebenar-benar hamba Allah.

Untuk itu manusia dituntut mengenal hakikat dirinya yang tidak lain adalah wujud kehambaannya. Sehingga untuk mencapai kebebasan sejati, ia harus menciptakan harmoni antara dirinya dengan pemenuhan hak kehambaan.

Jiwa yang merdeka ialah yang bebas dari segala penyakit-penyakit hati seperti takabbur, riya’, ujub, hasad dengki, dendam, bakhil dan lain-lain.

Dalam pandangan Ibnu Arabî, kebebasan sejati adalah kebebasan mutlaq yang dimiliki oleh Zat Allah . Adapun kebebasan pada manusia tidak lain adalah kebebasan dari penghambaan selain Allah dan dalam makna spesifik, ia terbebas dalam bentuk ketiadaan.

Pada manusia, kebebasan dicapai dalam makna kehambaan kepada Tuhan, kerana hakikat manusia adalah sebagai hamba-Nya. 

Sejarah aliran sufisme

Banyak pendapat yang pro dan kontra mengenai asal usul ajaran tasawuf, apakah ia berasal dari luar atau dari dalam agama Islam sendiri. Berbagai sumber mengatakan bahwa ilmu tasawuf sangat lah membingungkan.

Sebagian pendapat mengatakan bahwa paham tasawuf merupakan paham yang sudah berkembang sebelum Nabi Muhammad menjadi Rasulullah. Dan orang-orang Islam baru di daerah Irak dan Iran (sekitar abad 8 Masehi) yang sebelumnya merupakan orang-orang yang memeluk agama non Islam atau menganut paham-paham tertentu. Meski sudah masuk Islam, hidupnya tetap memelihara kesahajaan dan menjauhkan diri dari kemewahan dan kesenangan keduniaan. Hal ini didorong oleh kesungguhannya untuk mengamalkan ajarannya, yaitu dalam hidupannya sangat berendah-rendah diri dan berhina-hina diri terhadap Tuhan. Mereka selalu mengenakan pakaian yang pada waktu itu termasuk pakaian yang sangat sederhana, yaitu pakaian dari kulit domba yang masih berbulu, sampai akhirnya dikenal sebagai semacam tanda bagi penganut-penganut paham tersebut. Itulah sebabnya maka pahamnya kemudian disebut paham sufi, sufisme atau paham tasawuf. Sementara itu, orang yang menganut paham tersebut disebut orang sufi.

Sebagian pendapat lagi mengatakan bahwa asal usul ajaran tasawuf berasal dari zaman Nabi Muhammad SAW. Berasal dari kata "beranda" (suffa), dan pelakunya disebut dengan ahl al-suffa, seperti telah disebutkan diatas. Mereka dianggap sebagai penanam benih paham tasawuf yang berasal dari pengetahuan Nabi Muhammad. Baca Juga : Ibnu-arabi-ketika-hamba-esa

Pendapat lain menyebutkan tasawuf muncul ketika pertikaian antar umat Islam pada zaman Khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, khususnya karena faktor politik. Pertikaian antar umat Islam karena karena faktor politik dan perebutan kekuasaan ini terus berlangsung dimasa khalifah-khalifah sesudah Utsman dan Ali. Munculah masyarakat yang bereaksi terhadap hal ini. Mereka menganggap bahwa politik dan kekuasaan merupakan wilayah yang kotor dan busuk. Mereka melakukan gerakan ‘uzlah, yaitu menarik diri dari hingar-bingar masalah duniawi yang sering kali menipu dan menjerumuskan. Lalu munculah gerakan tasawuf yang di pelopori oleh Hasan Al-Bashiri pada abad kedua Hijriyah. Kemudian diikuti oleh figur-figur lain seperti Sufyan ats-Tsauri dan Rabi’ah al-‘Adawiyah.

Related Posts



Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
Link

Komentar

SUARA KOTA PONTIANAK

ENTER YOUR EMAIL ADDRESS :

DELIVERED BY SUARA KOTA PONTIANAK ||| 🔔E-mail : ptmkspontianak@gmail.com

🚀POPULAR POST

SYAIKH SITI JENAR : AL-FATIHAH SALAH SATU KUNCI NGIBADAH

CARA MEMBANGKITKAN NUR QALBU MELALUI ZIKIR NAFI DAN ISBAT BAGI FOMULA TASYAWUF

TUHAN TIDAK BERZAT, BERSIFAT, BERASMA, DAN BERAF'AL.

PUSAKA MADINAH

AL HALLAJ IBLIS ADALAH TEMAN DAN FIRAUN ADALAH GURUNYA

🔂 FOLLOWERS